Jiwa Muda dan Pendidikan

Jiwa muda-mudi selalu unik. Mereka memiliki ambisi yang kuat, intuisi yang tajam, dan mimpi yang besar. Hal-hal hebat rasanya dapat mereka miliki jika mereka mau. Tidak hanya mau, sebenarnya dunia juga mengharuskan mereka untuk “mampu”.

Menuju kata “mampu” itu sendiri mungkin perlu jatuh bangun yang tidak mudah. Masa-masa menyenangkan yang rasanya sayang untuk dilewatkan oleh jiwa-jiwa muda ini terkadang menjadi hal yang cukup mempengaruhi kualitas pendidikan dan karakter mereka. Padahal, di saat itu juga permintaan dunia dan penilaian sosial juga semakin berkembang.

Karena menjadi bagian dari jiwa-jiwa muda itu, rasanya penulis begitu dekat dengan topik ini. Kesulitan untuk menyeimbangkan kehidupan pribadi antara pendidikan, pertemanan, hingga hal-hal eksternal. Juga yang tidak bisa ditinggalkan, urusan yang ada dalam kehidupan keluarga. Namun, bukankah itu bagian dari semesta mendidik kita? Dengan begitu, akan terciptalah manusia-manusia tangguh yang dapat membaca pertanda semesta, menyeimbangkan kehidupan, hingga berdamai dengan segala tekanan yang disajikan.

Jiwa muda adalah jiwa yang bebas. Mereka adalah yang paling senang mengeksplorasi hal baru. Bagi mereka, pendidikan bukan hanya sekadar ilmu pasti yang diajarkan instansi formal. Untuk mereka, bertemu dengan orang baru adalah bagian dari belajar. Sekadar mengobrol bertukar pikiran yang tak jarang menimbulkan perdebatan sengit tapi berakhir begitu saja ketika mereka “menyeruput kopi” bersama juga merupakan cara yang begitu dinikmati untuk mendapatkan ilmu baru.

Penilaian tentang pendidikan lalu berkembang menjadi “tidak seformal itu”. Apalagi menjadi seorang pelajar atau mahasiswa di era pandemi. Terkadang kualitas mereka diragukan masyarakat yang sebenarnya juga diragukan kualitas cara berpikirnya. Padahal, sebenarnya kehidupan pendidikan tidak semudah itu.

Menghadapi tuntutan pendidikan di tengah pandemi seharusnya lebih menambah toleransi. Tentu tanpa melangkahi batasan yang telah disepakati. Menjadi lebih terbuka untuk menghindari kesalahpahaman antara yang tua dan yang muda terkadang menjadi penyelesaian terbaik. Tidak hanya terbuka, tetapi juga kemampuan untuk saling memahami dan menerima pada akhirnya. Namun, rasanya, begitu banyak masalah pendidikan yang dihadapi ketika semua sedang menderita karena pandemi di negeri ini.

Baca juga  Mahasiswa Wajib Tahu! Panduan Membuat CV untuk Masuk Organisasi

Semangat ala muda-mudi dirasa sedang surut. Kesulitan dan tekanan pendidikan di masa pandemi yang semakin banyak sepertinya menjadi alasan yang kuat untuk mereka cepat merasa lelah hingga lupa dengan segala ambisi yang membara sebelumnya. Tidak jarang mereka lupa menyertakan hati ketika memenuhi kewajiban sebagai pelajar. Hal utama yang berada di pikiran adalah keinginan untuk segera menyelesaikan salah satu kesibukan yang menuntut.

Sebenarnya, menjadi tugas bersama untuk saling menjaga semangat satu dan yang lainnya. Semangat untuk mengabdi pada negeri, untuk berani bermimpi, dan untuk bertahan di tengah tekanan. Namun, banyak dari kita yang lupa. Lupa bahwa sebenarnya pendidikan tetap menjadi hal yang paling penting untuk para jiwa muda. Kita banyak terlena dengan segala toleransi yang diberikan hingga terkadang tanpa sadar justru menurunkan kualitas diri sendiri. Bukankah kita bisa saling hadir sebagai pengingat untuk tidak menurunkan standar pemuda Indonesia?

Sebagai pemuda-pemudi Indonesia, bukankah dengan segala fasilitas yang ada kita bisa menjadi seseorang dengan mimpi tanpa batas? Bahkan jika tidak memiliki banyak hal yang mendukung di belakang kita, sebenarnya kita mampu dengan hanya mengingat bahwa kita adalah jiwa muda. Jiwa muda yang selalu dapat melangkahkan kakinya menuju segala mimpi dan ambisi yang dimiliki. Jiwa muda yang bisa menghadirkan tulus hatinya untuk menjadi manusia yang lebih bermanfaat dan membawa berkat untuk semesta.

Tinggalkan Balasan